,
Jakarta
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas menyampaikan bahwa tidak menjadi masalah apabila pemerintahan mengurus zakat asalkan pelaksanaannya mematuhi peraturan agama Islam. Dia menambahkan bahwa kerjasama antara Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas), di bawah satu sistem koordinasi, bisa dilakukan.
Kedua institusi tersebut bekerja sama dalam mengumpulkan zakat dari muzakki dan mendistribusikan dana itu ke penerima manfaat. “Tidak ada masalah menurut hukum Islam ataupun aturan Allah,” kata Anwar saat diwawancarai pada hari Senin, 12 Mei 2025.
Anwar merespons permohonan judicial review atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di hadapan Mahkamah Konstitusi. Selaku Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokariyan Yogyakarta serta perwakilan dari Indonesia Zakat Watch, dia mendakwa beberapa pasal dalam UU tersebut karena berpendapat bahwa pemerintahan melalui Baznas tidak semestinya ikut campur urusan penyaluran zakat. Menurut Anwar, undang-undang ini menjadikan Baznas sebagai entitas dominan yang bertugas untuk mengatur semua aspek pengelolaan zakat.
Anwar menyebutkan tentang pengumpulan zakat di masa-masa awal pendirian Islam. Dalam kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, negara atau pemerintah turut serta secara aktif dalam proses pengumpulan Zakat. Lebih lanjut, menurut perkataan Anwar, apabila ada seorang Muslim yang enggan memberikan zakatnya, Abu Bakar tidak ragu untuk menghadapi dan melawan mereka.
Anwar menyebut bahwa langkah itu bisa dimengerti sebab zakat dalam agama Islam tak cuma dianggap sebagai suatu bentuk ibadah, melainkan juga menjadi tanggung jawab setiap Muslim yang berkecukupan. Hal ini bertujuan untuk membentuk kesetaraan serta kemakmuran bersama di kalangan warga masyarakat.
Dia menyatakan bahwa di dalam Surat Al-Ma’un disebutkan bahwasanya orang yang tak peduli dengan kondisi kaum fakir dan miskin akan dikenai cap oleh Allah SWT sebagai penipu agama. Di samping itu, Ayat 103 dari Surat At-Taubah juga memberi perintah pada umat Muslim untuk mengumpulkan zakat. “Lalu pertanyaannya adalah: Siapa yang seharusnya lebih kompeten untuk melakukan pengumpulan ini?” tanya Anwar. Abu Bakar Ash-Shiddiq mencermati hal tersebut dan merujuk kepada entitas negara atau pemerintahan.
Anwar menyatakan bahwa pihak berwenang memiliki kemampuan untuk memindahkan tanggung jawab pengumpulan zakat ke komponen umat Muslim. Namun demikian, proses implementasi serta manajemennya harus tetap sejalan dengan aspek-aspek hukum Islam. Ia juga menjelaskan bahwa penegakan regulasi tentang zakat ini konsisten dengan pasal-pasal konstitusional seperti yang tertuang pada Pasal 29 Ayat 1 dan 2, Pasal 33 Ayat 3, serta Pasal 34 Ayat 1 dari Undang-Undang Dasar tahun 1945. “Harapan kami adalah jumlah uang yang disetor oleh mereka yang wajib membayar zakat akan cukup besar sehingga dapat meredam bebannya atas pembayaran pajak,” ungkapnya.
Anwar memberikan contoh bahwa jika seseorang dengan nama muzakki memiliki kewajiban pajak senilai Rp 100 juta dan telah membayarkan zakat sebanyak Rp 15 juta, maka jumlah pajak yang masih harus dibayarnya adalah Rp 85 juta. Menurutnya, ini sangatlah penting karena dana zakat memang berkaitan langsung dengan tanggung jawab pemerintah dalam menciptakan ketelitian sosial serta menghapus kemiskinan.
Sidang pemeriksaan pendahuluan permohoan uji materiil telah digelar pada Kamis, 8 Mei 2025, dengan perkara Nomor 54/PUU-XXIII/2025. Majelis hakim meminta Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokariyan Yogyakarta Muhammad Jazir Jazir sebagai pemohon untuk memperbaiki permohonan dengan mempertegas kerugian konstitusionalnya.
Di samping Jazir, gugatan pun diajukan oleh Ketua Dewas Yayasan Indonesia Zakat Watch Barman Wahidatan Anajar serta Sekjen Yayasan Indonesia Zakat Watch Yusuf Wibisono. Dua pihak penggugat ini menantang kekonstitusionalan dari beberapa pasal dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat termasuk Pasal 1 angka 7, angka 8, dan angka 9; Pasal 6; Pasal 7 ayat (1); Pasal 16; Pasal 17; Pasal 22; Pasal 23 ayat (1); Pasal 24; Pasal 28 ayat (1); Pasal 30; dan Pasal 31.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada dampak konstitusional yang nyata bagi para pemohon akibar keabsalan aturan-aturan yang sedang diperiksa secara keseluruhan. “Tidak ada hubungannya antara hal tersebut dengan kemungkinan kerugian konstitusional, seperti kendala-kendala dalam manajemen zakat karena adanya pasal-pasal tertentu dalam undang-undang yang dipertanyakan, atau contoh masalah spesifik yang dihadapi oleh mereka sebagai korban,” jelas Ridwan sebagaimana dicatat dalam rilis resmi Pengadilan Konstitusi.