,
JAKARTA — Menteri Keuangan
Sri Mulyani
menyoroti tantangan
transisi energi
pada saat dinamika ekonomi dunia berubah kompleks.
Itulah yang ia ungkap ketika menerima kedatangan Utusan Khusus Inggris untuk Iklim, Rachel Kyte, di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, minggu lalu. Rachel hadir bersama Dubes Britania Raya untuk Indonesia, Dominic Jermey, serta rombongan mereka.
Menurut dia, gangguan pada rangkaian suply chain menyebabkan kemajuan dalam proses transtion energi tertahan. Sri Mulyani menambahkan bahwa transisi energi kini jarang diperbincangkan lagi di beragam forum multilateral.
“Sementara itu, pelemahan ekonomi global memiliki dampak besar pada perubahan energi,” ungkap Sri Mulyani lewat akun Instagram resminya, @smindrawati, yang dirujuk Minggu (11/5/2025), demikian dilansir.
Dia menjelaskan, jika negara kehilangan investasi terhadap energi hijau karena kondisi ekonomi yang lemah, proses transisi energi juga akan melambat.
Di samping itu, konsumsi bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui layaknya batu bara akan memperpanjang masalah ini, sedangkan efek dari pemanasan global tetap sulit untuk dielakkan.
“Masalah ini adalah sesuatu yang perlu dituntaskan dengan cepat, dan saya sangat senang dapat mengulasnya bersama Ambassador Jerm Jeremy, Rachel Kyte, serta tim mereka,” ungkap Sri Mulyani.
Indonesia Memulai Penyusunan Peta Jalan untuk Transisi Energi
Pada saat yang sama, upaya untuk beralih ke energi alternatif masih dilakukan oleh Indonesia. Ini dapat dilihat dari keterlepasan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang telah mengeluarkan peraturan tentang rute peta jalannya dalam proses transisi energi pada bidang pembangkit listrik.
Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 10 Tahun 2025 yang membahas mengenai Peta Jalan.
Road Map
Transisi Energi pada Sektor Kelistrikan.
Dalam kebijakan tersebut, tersedia berbagai alternatif yang dipilih pemerintah guna mendorong peralihan energi, termasuk pelaksanaan
cofiring
biomassa hingga pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
“Penyesuaian sistem tenaga listrik bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca,” seperti yang dijelaskan dalam Pasal 2 dari regulasi tersebut.
Berikut ini adalah sembilan tahapan yang digunakan untuk melakukan transisi energi. Tahap pertama melibatkan implementasi.
cofiring
biomassa di PLTU.
Kedua, percepatan penurunan konsumsi bahan bakar fosil dalam produksi energi listrik. Ketiga,
retrofitting
pembangkit fosil.
Keempat, adanya batasan untuk menambah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Ini diwujudkan melalui larangan dalam memperluas atau mengembangkan PLTU yang baru. Kelima, upaya beralih ke sumber energi alternatif juga bakal dikerjakan dengan cara meningkatkan percepatan pemasaran dan penggunaan pembangunan sektor energi lainnya.
variable renewable energy
Dan penambahan sumber penghasil daya listrik hanya berasal dari generator energi terbarukan dan renewable.
Keenam, produksi
green hydrogen
(H2) atau
green ammonia
(NH3). Ketujuh, pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Kedelapan, pembangunan dan/atau peningkatan kapasitas jaringan sistem tenaga listrik dan infrastruktur jaringan cerdas (
smart grid
). Kedelapan, percepatan penutupan waktu kerja pembangkit listrik tenaga uap.