,
Jakarta
– Festival
Peh Cun
menjadi salah satu festival budaya utama bagi komunitas tersebut
Tionghoa
Di semua negara, termasuk juga di Indonesia. Acara perayaan ini diselenggarakan setiap tanggal lima bulan kelima menurut kalender lunar Tiongkok yang tahun ini bertepatan dengan 31 Mei 2025.
Peh Cun juga disebut sebagai Dragon Boat Festival atau Festival Perahu Naga. Berdasarkan laporan
dragonboat.sport
Festival perahu naga atau Tuen Ng diperingati untuk menghormati sosok bersejarah yang amat ditakuti, Qu Yuan, serta ceritanya yang terjadi lebih dari dua ribu tahun silam di China kuno. Saat itu, akibat adanya korupsi dalam pemerintahan Kerajaan Chu, Qu Yuan salah diduga melakukan pengecohan oleh saingannya pada bidang politik. Sebagai konsekuensinya, dia harus meninggalkan negeri tersebut. Terdorong oleh rasa putus asa dan kemungkinan juga sebagai bentuk protes final terhadap rezim penguasa, ia melompat ke Sungai Miluo hingga terseret arus air.
Komunitas Tionghoa selalu ingat akan tindakan pahlawan ini. Nelayan bersaing menggunakan kapal mereka sendiri untuk mengevakuasi mayat sebelum diserang oleh ikan, sambil memukul gendang serta membuang bubur beras ke dalam Sungai untuk mengalihkan perhatiannya. Kebiasaan tersebut masih terus dilestarikan sampai saat ini.
Peh Cun di Indonesia
Menurut situs resmi Kementerian Kebudayaan, salah satu upacara Peh Cun termuda yang ada di Indonesia terdapat di Sungai Cisadane, Kota
Tangerang
Sebelumnya, upacara tersebut dilangsungkan di area Kota, Jakarta. Namun, karena dasar sungai di lokasi itu telah menipis, perayaan Peh Cun kemudian dipindah ke Sungai Cisadane.
Rosyadi, dalam karyanya “Peh Cun Festival, Mengikuti Jejak Tradisi Komunitas Cina di Tangerang” di
Jurnal Patanjala
Pada tahun 2010, salah satu bukti eksistensi tradisi Peh Cun di Indonesia terletak pada cerita tentang perahu naga bernama Empeh Pe Cun. Perahu ini diberikan sebagai sumbangan oleh Kapiten Oey Khe Tay kepada kelenteng Boen Tek Bio pada abad ke-19. Dalam lomba perahu Peh Cun yang berlangsung pada tahun 1911, perahu tersebut turut serta meskipun sempat mengalami musibah hingga retak menjadi dua bagian. Namun, dengan semangat pantang menyerah, perahu itu tetap meneruskan jalannya dalam kompetisi dan berhasil memenangkan pertandingan. Sampai sekarang, potongan-potongan dari perahu legendaris itu masih tersimpan dan dirawat oleh generasi-descendanan para pimpinan Kelenteng Boen Tek Bio.
Lomba Perahu Naga
Hingga saat ini, lomba
perahu naga
Tidak dapat dilepaskan dari perayaan Peh Cun. Istilah “Peh Cun” terdiri atas dua komponen yakni “Peh” dan “Cun”. Kata “Peh” merujuk pada aktivitas mendayungi atau dayung. Sementara itu, “Cun” mengacu pada konsep perahu. Dengan demikian, dalam konteks etimologisnya, Peh Cun berarti melakukan pendayungan dengan menggunakan perahu.
Tradisi balap perahu ini melibatkan 13 anggota dalam sebuah regu. Tiap perahu dipercantik dengan hiasan yang mencolok. Dalam kapal tersebut telah disediakan bacang, yaitu hidangan berupa nasi yang diisikan dengan daging giling dan kemudian dibungkus menggunakan daun berbentuk segienam. Sebelum pertandingan dimulai, para penanda umumnya mengonsumsi bacang lebih dulu.
Perlombaan perahu Peh Cun merupakan acara yang paling ramai di dalam tradisi itu. Kebanyakan perahu seringkali membawa kegembiraan dengan memukul drum dan gambreng (sejenis simbal), serta melepaskan kembang api.
Menetas Telur Hingga Menangkap Bebek
Di samping perlombaan perahu naga, Festival Peh Cun umumnya disertai berbagai macam acara lainnya. Dalam perayaan Peh Cun kali ini di Tangerang, terdapat pula beberapa rangkaian acara yang menambah keseruannya. Pada awal hari, warga setempat akan melakukan ibadah kepada Twan Yang dan Khut Guan, kemudian dilanjutkan dengan mencoba menyembulkan telur saat Twan Ngo serta lemparkan bacang ke dalam Sungai. Acara selanjutnya adalah adat melepaskan bebek. Selain itu, masih ada ritual mandikan perahu bersama-sama membersihkan aliran air tersebut.
Pesta Peh Cun yang digelar di Tangerang bukan saja menjaga keberlangsungan adat istiadat setempat, namun juga mengundang perhatian sejumlah besar pelancong.
Pilihan Editor:
Tradisi Lomba Perahu Naga di Malam Abadi