,
Yogyakarta
– Dinas Perhubungan (Dishub) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Pemerintah Kota Yogyakarta serta dibantu Keraton Yogyakarta memulai proses relokasi Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA) yang ada di utara Jalan
Malioboro
ke lokasi baru di kawasan Kotabaru, Sabtu 31 Mei 2025.
Hal ini menyusul rencana digunakannya lahan area parkir ABA untuk membuat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan Malioboro. Kepala Dinas Perhubungan DIY Chrestina Erni Widyastuti mengatakan relokasi ini juga untuk menata ulang fungsi kawasan dan pengalihan infrastruktur parkir ke lokasi yang lebih sesuai dengan rencana pengembangan kota
Yogyakarta
.
“Lokasi parkir baru di Kotabaru ini tidak jauh dari Jalan Malioboro atau dari lokasi parkir semula (ABA),” ujarnya, Sabtu, 31 Mei 2025
Lokasi parkir Kotabaru
Lokasi parkir Kotabaru yang ada di timur Malioboro, merupakan eks kafe Menara Kopi yang terletak di sebelah selatan SD Kanisius Kotabaru, dan masih termasuk kawasan sirip Malioboro. Area tersebut berdiri diatas tanah SG (Sultan Ground), dimana dalam penyiapannya pemerintah dibantu oleh lembaga Panitikismo, bagian pertanahan Keraton Yogyakarta
Area parkir Korabaru itu diperkirakan mampu menampung sekitar 120 unit kendaraan roda dua dan 63 kendaraan roda empat. Selain itu, bangunan relokasi juga disiapkan untuk menampung lebih dari 150 pedagang kaki lima (PKL)
Lahan seluas empat ribu meter persegi di Kotabaru itu disewa oleh Pemda DIY mulai Juni 2025 hingga Desember 2026, dengan luas bangunan 2.300 meter persegi. Selama masa sewa, seluruh juru parkir dan PKL dibebaskan dari kewajiban pembayaran sewa tempat.
Sembari memindahkan parkir sementara ke Kotabaru, Dinas Perhubungan DIY juga menyiapkan area parkir di Kampung Ketandan, yang berada di ruas Jalan Malioboro sebagai kantong parkir yang lebih permanen seperti parkir ABA yang dikosongkan untuk ruang hijau.
Bahan-bangunan yang berasal dari tempat parkir ABA akan dipakai lagi untuk membangun fasilitas parkir di Ketandan. Fasilitas parkir itu direncanakan baru bisa berjalan pada Januari 2026, mampu menampung sekitar 535 sepeda motor dan 87 mobil. Awalnya proyek area parkir Ketandan ditargetkan dapat difungsikan pada Desember 2025.
Ruang terbuka hijau
Untuk area parkir ABA, direncanakan akan dibuat sebagai ruang terbuka hijau yang dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY. Ruang hijau ini, yang letaknya di bagian utara Malioboro, disebutkan pemprov DIY bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan antara perlindungan lingkungan, penghargaan pada warisan budaya, serta perkembangan kota secara berkelanjutan.
Area terbuka Hijau pada lahan bekas kultur jalan
parkir
ABA dirancang untuk meliputi tiga area utama yakni publik, sosial, dan alam, dengan luasan vegetasi kira-kira 55% serta kemampuan menampung sampai 1.000 pengunjung.
Area sebesar 7.000 meter persegi ini saat ini sedang dilakukan pengecekan kembali oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (DPTR) bersama dengan pihak Keraton Yogyakarta. Nantinya, area berisi tanaman hijau tersebut direncakan untuk dihiasi dengan pohon-pohon endemic yang mempunyai makna filosofis serta simbolis bagi Kota Yogyakarta.
Pengembangan area hijau di utara Malioboro pun dinyatakan sebagai upaya untuk memperkuat posisi Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya global yang telah disahkan oleh UNESCO pada tahun 2023 lalu. “Area terbuka hijau ini bertujuan menjadi tempat bagi interaksi, pendidikan, hiburan, serta pelestarian alam dan adat istiadat,” jelas Erni
Rencananya, untuk menciptakan cetak biru ataupun spesifikasi rinci dari desain rekayasa (DED) dalam membangun area terbuka hijau, tim akan menyusunnya sepanjang tahun 2025 ini menggunakan anggaran khusus yang berasal dari Dana Keistimewaan (Danis). Proses konstruksinya sendiri bakal dimulai setelah proses penyempurnaan DED rampir dan diharapkan bisa dilakukan menjelang akhir tahun 2025 hingga awal 2026.
Peningkatan area terbuka hijau di lokasi bekas tempat parkir ABA Malioboro dipandang akan meningkatkan proporsi ruangan bervegetasi di wilayah perkotaan yang semakin penuh dengan gedung-gedung. Menurut Erni, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta melaporkan bahwa pada tahun 2024 jumlah keseluruhan dari ruang hijau di Kota Yogyakarta mencapai sekitar 23,351%. Persentase ini terbagi menjadi 8,063% untuk ruang terbuka hijau umum dan sisanya yaitu 15,288% merupakan ruang privatisasi.
Persentase ini masih lebih kecil dibandingkan dengan standar ideal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam beleid tersebut disebutkan wilayah perkotaan seharusnya memiliki minimal 30 persen ruang hijau, yang terdiri dari 20 persen ruang hijau publik dan 10 persen privat.