Mengungkap Rahasia Absennya Bioskop di Arab Saudi Selama Puluh Tahun: Apa Alasannya?

Mengungkap Rahasia Absennya Bioskop di Arab Saudi Selama Puluh Tahun: Apa Alasannya?

Tidak mudah untuk berbicara tentang industri hiburan di Timur Tengah tanpa menyentuh salah satu fakta trivianya yaitu tentang hilangnya bioskop selama lebih dari tiga dekade di negeri yang saat ini mulai terbuka melalui bidang hiburan. Kebijakan penutupan semua bioskop dalam waktu lama tidak hanya merupakan masalah regulasi biasa.

Meskipun demikian, perlahan-lahan semuanya berubah. Yang dulunya ditolak mentah-mentah, saat ini bioskop mengalami pertumbuhan yang signifikan dan telah menjadi elemen dalam kehidupan sosial masyarakat Arab Saudi kontemporer. Mengapa kondisi dapat berbalik sedemikian cepat? Sebenarnya apa penyebab kurangnya adanya bioskop selama bertahun-tahun tersebut?

Berikut adalah beberapa perspektif yang dapat membantu Anda mengerti perubahan dan keadaan di negara pasir tersebut.

1. Setelah tahun 1979, pemerintah di Arab Saudi memulai kebijakan pelarangan untuk bioskop.

Pembatasan tentang bioskop di Arab Saudi dimulai secara luas setelah insiden tragis yang melanda Mekkah pada tahun 1979. Di saat itu, segerombolan ekstremis menduduki Masjidil Haram dalam serangan teroris yang memiliki dampak luar biasa pada jalannya kebijakan sosial di negeri tersebut. Untuk merespons kondisi ini, pihak berwenang menerapkan pendekatan yang lebih konservatif di hampir semua area dari kehidupan umum, termasuk juga mengendalikan jenis-jenis hiburan yang dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip agama mereka.

Mulai saat itu, bioskop pun dianggap mengancam keteraturan moral dalam masyarakat. Film-film dilihat menyebarluaskan nilai-nilai Barat yang kontradiktif dengan pedoman agama Islam. Sebagai dampaknya, lisensi untuk beroperasi dari setiap bioskop ditahan secara bergilir, sampai pada titik dimana tak ada lagi keberadaannya di area umum.

Banyak penduduk Arab Saudi yang lahir dari tahun 1980 sampai awal 2000-an belum pernah mengalami sensasi menonton film di bioskop di negara asal mereka sendiri.

2. Masyarakat mengatasi hal tersebut melalui bioskop di rumah serta pergi berlibur ke luar negeri.

Walaupun bioskop resmi sudah tutup, minat publik pada film belum sepenuhnya reda. Berbagai keluarga membuat teater mini sendiri di dalam hunian mereka, termasuk pengadaan proyektor serta pustaka DVD atau video cassette yang diperoleh tanpa melalui saluran legal. Kebanyakan film barat yang jarang ada dipasar umum sering kali dimasukkan secara ilegal atau didapatkan dari penjual non-resmi. Nonton film pun jadi aktivitas swasta yang dilaksanakan sembunyi-sembunyi tapi masih sangat diminati.

Beberapa penduduk dengan kondisi finansial memadai bahkan sering kali melakukan perjalanan reguler ke negeri sebelah seperti Bahrain atau Uni Emirat Arab khusus untuk menyaksikan pemutaran perdana film-film baru. Untuk kelompok ini, merasakan sensasi nonton di gedung bioskop merupakan suatu hal istimewa, walau mungkin saja berarti melintasi jarak ribuan meter. Fenomena tersebut mengindikasikan adanya permintaan konstan atas hiburan meskipun tersedianya fasilitas dapat dibatas-batas oleh aturan pemerintahan setempat.

3. Institusi keagamaan memiliki pengaruh besar dalam menciptakan pendapat publik.

Sebagai lembaga berpengaruh selama bertahun-tahun, institusi keagamaan di Arab Saudi telah sangat memengaruhi penentuan pembatasan antara tindakan yang dipandang sebagai halal atau haram dalam rutinitas sehari-hari masyarakatnya.

Beberapa ahli agama melihat bioskop sebagai sumber godaan yang bisa merusak moral, khususnya karena sebagian besar film memuat unsur kekerasan, elemen seksual, serta nilai-nilai dari budaya luar. Pendapat seperti itu bukan saja tersebar dalam aktivitas penyampaian ajaran, tapi juga didukung oleh sistem pendidikan dan berbagai jenis media.

Pemerintah juga tidak benar-benar meninggalkan tangannya sendiri. Untuk memelihara ketentraman masyarakat serta mendapatkan dukungan dari kelompok beragama, pemerintah lebih condong pada pendekatan keras yang melawan semua jenis hiburan umum. Menghadapi tekanan dari kedua sisi tersebut—resistansi budaya dari para ulama dan dampak politik internal—tidak heran bila bioskop justru dipandang sebagai lambang sesuatu yang perlu dihindari daripada dirayakan.

4. Transformasi ini berawal dari Visi 2030 serta perombakan sosial

Semua mulai berbeda saat Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengumumkan Visi 2035, program ambisius dengan tujuan memperluas perekonomian Arab Saudi serta menambah nilai kehidupan warganya. Langkah signifikan di bawah proyek ini mencakup membuka kembali industri hiburan seperti gedungbioskop, yang diyakini dapat memberikan dampak positif pada aspek finansial sambil juga menjadi hiburan bagi rakyatnya.

Di tahun 2018, bioskop resmi dibuka kembali di Riyadh. Prosesnya berjalan dengan cepat namun tetap hati-hati. Untuk itu pula pihak pemerintah mendirikan lembaga pemantau seperti General Commission for Audiovisual Media untuk menetapkan aturan film serta pedoman kerja mereka.

Dengan cepat, banyak sekali layar bioskop bermunculan di seluruh wilayah perkotaan. Kini penonton dapat merasakan pengalaman nonton film dari dalam maupun luar negeri tanpa harus bepergian jauh. Hal ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat yang pada akhirnya memiliki kesempatan untuk menikmati hiburan di tempat umum dengan cara resmi dan aman.

5. Pemuda Saudi berperan sebagai motor utama dalam perkembangan industri hiburan.

Kelompok pemuda di Arab Saudi merupakan bagian dari gerakan yang sangat bersemangat dan proaktif untuk memulihkan adanya bioskop. Generasi ini telah dibesarkan pada masa serba digital, dengan mudah mengakses informasi dan hiburan internasional, serta membawa pandangan yang lebih luwes tentang budaya asing. Untuk para remaja tersebut, layar lebar tidak sekadar sarana nonton film tetapi juga jadi lambang hak ekspresi diri dan cara hidup moderat yang mencerminkan toleransi. Dengan demikian, pengenalan ulang gedung perfilman diharapkan dapat menjadikan perubahan signifikan bagi pencapaian model kehidupan perkotaan impian mereka.

Banyak juga di antara mereka yang telah aktif terjun ke dunia perfilman, entah itu sebagai sutradara film indie atau sebagai penikmat film yang cerdas. Media seperti YouTube, Instagram, dan TikTok turut memberikan wadah bagi mereka untuk mengasah kemampuan sebelum benar-benar merambah panggung utama profesi tersebut. Berbekal dukungan dari pihak pemerintah serta pertumbuhan pasar yang semakin pesat, generasi ini diyakini mampu membawa masa depan sinema Arab Saudi menuju era baru yang lebih maju, bervariasi, dan dikenal secara global.

Phenomenon penutupan bioskop selama bertahun-tahun telah menjadi elemen signifikan dari fakta menarik tentang Arab Saudi yang saat ini mendapat perhatian internasional. Mulai dari larangan berdasarkan alasan ideologi sampai bangkit kembali melalui transformasi budaya, cerita tentang bioskop di negara tersebut mencerminkan sejauh mana pergeseran terjadi dalam suatu masyarakat yang tengah merumuskan keseimbangan antara warisan luhur dan kemajuan zaman. Saat ini, bioskop tak lagi dilihat sebagai bahaya, tetapi lebih kepada pintu masuk baru bagi pengertian akan lingkungan luas serta pemahaman diri yang lebih baik.


Referensi:

“Bagaimana Industri Perfilman di Arab Saudi Berubah Sejak Pandemi — untuk Lebih Baik”. Screen Daily. Dibuka pada Mei 2025.

Bagaimana AI dan aplikasi membantu Muslim menjalankan puasa Ramadhan. Arab News. Dibuka pada Mei 2025.

“Arab Saudi memulai inisiatif Kecerdasan Buatan untuk mendukung Visi 2030.” Arab News. Dibuka pada Mei 2025.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *